Proxinet menyediakan layanan Wifi untuk Anda, Harga Terjangkau, Hubungi 0812-7730-6663 PT Maruwa Indonesia Hentikan Produksi, Karyawan Tuntut Pembayaran Gaji

PT Maruwa Indonesia Hentikan Produksi, Karyawan Tuntut Pembayaran Gaji

Suasana mediasi antara manajemen PT Maruwa Indonesia dengan karyawan. 

Batam - Konflik antara manajemen dan karyawan PT Maruwa Indonesia yang berlokasi di kawasan Bintang Industri, Tanjunguncang, Batuaji, Kota Batam, terus memanas.

Sejak Jumat (23/5) sore hingga malam, mediasi yang dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Batam bersama Polsek Batuaji berujung pada kebuntuan atau dead lock.

Hingga malam hari, tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak terkait penyelesaian persoalan hak-hak karyawan.

Pihak manajemen perusahaan yang berasal dari Jepang dikabarkan telah mengutus likuidator untuk menangani penyelesaian konflik ini.

Namun, setelah melakukan pengecekan terhadap aset perusahaan, likuidator tersebut tidak mampu memberikan jaminan bahwa seluruh hak karyawan bisa dipenuhi.

Situasi pun memanas ketika likuidator memilih diam, memicu ketegangan antara karyawan dan pihak perusahaan.

Wakapolsek Batuaji, AKP Rosyid, yang hadir langsung di lokasi, membenarkan bahwa pertemuan yang digelar tidak menghasilkan keputusan apa pun.

“Karyawan masih bertahan memperjuangkan hak mereka. Tapi untuk situasi tetap aman terkendali. Kami pastikan tidak ada keributan,” ujar Rosyid.

Pihak kepolisian terus berjaga guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

PT Maruwa Indonesia, yang telah beroperasi sejak tahun 1999 dan bergerak di bidang Flexible Printed Circuit (FPC), secara tiba-tiba menghentikan produksinya sejak awal April 2025.

Penyebab utamanya disebut-sebut karena terhentinya suplai bahan produksi dari mitra mereka di Malaysia. Hal ini membuat perusahaan tidak lagi mampu melanjutkan operasional.

Akibat dari penghentian mendadak ini, sekitar 205 karyawan yang terdiri dari 49 karyawan tetap dan 156 karyawan kontrak, menjadi korban ketidakjelasan nasib. Banyak dari mereka telah diliburkan sejak 9 April 2025 tanpa penjelasan resmi, bahkan informasi penutupan hanya disampaikan secara lisan oleh pihak manajemen.

Pemerintah Kota Batam melalui Disnaker telah berupaya melakukan mediasi, namun persoalan semakin rumit lantaran manajemen hanya menawarkan pesangon sebesar 0,5 kali masa kerja (0.5N). Tawaran ini dinilai jauh dari ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Padahal, menurut bagian keuangan internal perusahaan, dana cadangan pesangon dan pensiun telah disiapkan.

Tidak hanya pesangon yang belum jelas, sejumlah karyawan juga menuding perusahaan menunggak pembayaran iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Ironisnya, material produksi disebut telah dipindahkan ke Jepang, menandakan bahwa kegiatan produksi masih berlangsung di luar negeri, sementara karyawan di Batam ditinggalkan tanpa kepastian.

Sumanti, perwakilan dari HRD PT Maruwa Indonesia, mengakui adanya persoalan internal perusahaan.

Ia juga menegaskan bahwa proses mediasi masih berlangsung dan belum berakhir. “Kami masih berusaha menyelesaikan hak-hak karyawan. Belum ada keputusan final,” ujarnya.

Para karyawan berharap agar pemerintah, terutama Disnaker Kota Batam, terus mengawal persoalan ini hingga tuntas.

Mereka menuntut kejelasan terkait hak-hak normatif yang semestinya mereka terima, serta transparansi dari manajemen perusahaan terkait kelanjutan proses likuidasi. Saat ini, nasib ratusan keluarga menggantung di ujung ketidakpastian. 
Lebih baru Lebih lama