![]() |
Wisnu Een ketika memasang bendera |
Opini by Wisnu Een
Kami kibarkan Merah Putih di tiang jemuran. Bukan karena tak hormat, tapi karena itulah satu-satunya tiang yang masih berdiri di tengah hidup yang makin remuk.
Tiang bendera terlalu mewah. Sementara hidup kami saja masih digantung seperti cucian yang tak kunjung kering.
Di antara handuk tipis dan seragam sekolah yang warnanya mulai pudar, bendera itu berkibar. Bersama harapan-harapan yang makin lecek.
Cucian itu seperti nasib kami: dicuci berkali-kali oleh janji, diperas oleh kebijakan, dan dijemur di bawah terik realita, tanpa tahu kapan akan dilipat dan dipakai kembali dengan layak.
Negara kini punya hobi baru: menyisir tanah kosong dan rekening yang diam. Katanya milik negara, karena tak dipakai. Tapi rakyat yang nganggur bertahun-tahun? Seperti mengatakan, “itu bukan urusan kami.”
Saldo kami kecil, tapi negara selalu curiga. Lahan kami sempit, tapi negara selalu ingin tahu. Tapi saat kami susah makan, suaranya hilang, lenyap seperti sinyal di pelosok desa yang dihuni manusia dan berharap terwujudnya Sila Ke 5.
Merdeka jadi semacam sabun: busanya banyak, aromanya wangi, tapi cepat habis, dan kami harus beli lagi pakai uang yang bahkan belum kami punya.
Maka kami kibarkan bendera kami,
di antara jemuran dan penjepit plastik.
Karena itulah satu-satunya tempat yang tersisa, untuk cinta kami pada negeri ini.
Yang meski sering dikotori, masih terus kami cuci, meski tak pasti akan benar-benar bersih dan tak tau kapan benar-benar kering.
Aku cinta negeriku, tapi aku kesal dengan kebijakan yang tidak bijak dan berpihak kepada rakyat.
Tags
Opini