Proxinet Anambas menyediakan layanan Wifi untuk Anda, Harga Terjangkau, Hubungi 0812-7730-6663 Bupati Anambas: Pembuat Ricuh di Piala PSSI 2025, Tempatnya di Hotel Prodeo

Bupati Anambas: Pembuat Ricuh di Piala PSSI 2025, Tempatnya di Hotel Prodeo


Anambas – Mereka yang membuat onar di lapangan bukan hanya merusak pertandingan, tapi juga meninggalkan luka yang dalam.

Luka di hati para pemain muda yang bercita-cita, luka di mata penonton yang datang untuk bersorak, dan luka di dada seorang ibu yang menangis melihat anaknya pulang dengan lebam karena sepak bola yang harusnya jadi hiburan berubah menjadi bencana.

Bayang-bayang itu yang coba dipatahkan Bupati Kepulauan Anambas, Aneng, saat membuka Turnamen Sepakbola Piala Askab PSSI 2025 di Lapangan Sulaiman Abdullah, Kecamatan Siantan, Rabu (1/10).

Suaranya bergetar, tapi tegas: tidak ada tempat bagi mereka yang menodai sepak bola dengan kekerasan.

“Saya minta pak Kapolsek untuk masukkan aja ke sel buat yang anarkis. Pak Kajari juga langsung aja kasih penuntutan dan proses ke pengadilan,” ucap Aneng lantang. Kalimat itu membuat lapangan hening sejenak, seolah semua orang menyadari betapa serius ancaman itu.

Di hadapan 47 tim yang akan bertanding, Bupati menekankan, kalah dan menang hanyalah bagian kecil dari sepak bola.

Tapi jika emosi tak terkendali, harga yang dibayar bisa lebih mahal: retaknya silaturahmi antar desa, tangisan anak-anak di pinggir lapangan, hingga trauma yang membekas bertahun-tahun.

Turnamen Piala Askab sejatinya adalah ruang kebersamaan. Pemuda desa yang sehari-hari bekerja di laut, di kebun, atau sebagai nelayan, turun ke lapangan dengan sepatu lusuh, menyimpan mimpi sederhana: membawa pulang piala untuk kampungnya.

Namun semua itu bisa sirna dalam sekejap, hanya karena ulah satu dua orang yang tak mampu menahan diri.
Bupati Aneng menegaskan, lapangan ini seharusnya jadi ruang tawa, bukan ruang duka.

Ia tak ingin lagi ada kisah ibu-ibu yang berlari sambil menangis, mencari anaknya di tengah kericuhan.

Ia tak ingin ada lagi wasit yang jatuh tersungkur, diseret oleh amarah penonton.

Senada, Ketua PSSI Anambas, Sahtiar, mengingatkan semua pihak bahwa pihaknya memperketat aturan dan keamanan.

Ia menyebut, insiden kekerasan di tahun-tahun sebelumnya telah menjadi pelajaran pahit yang tak boleh terulang.

“Kami tidak mau ada lagi perkelahian, pemukulan, atau keributan. Kalau itu sampai terjadi, hukumannya akan lebih berat dari tahun sebelumnya,” tegas Sahtiar dengan wajah serius.

Ia menekankan, sepak bola bukan hanya tentang gol. Ia adalah tentang tawa anak-anak yang berlari mengejar bola di tanah lapang, tentang semangat pemuda desa yang bangga mengenakan seragam timnya, tentang ayah-ayah yang duduk di pinggir lapangan sambil bersorak riang.

Semua itu, kata Sahtiar, akan hilang jika sepak bola dirusak dengan anarkis.

“Turnamen ini bukan milik satu desa, bukan milik satu pemain. Ini milik kita semua. Mari kita jaga bersama. Jangan biarkan lapangan yang seharusnya penuh tawa justru dipenuhi air mata,” tutup Sahtiar lirih, membuat penonton terdiam sesaat sebelum kembali bersorak memberi dukungan. (byu)
Lebih baru Lebih lama