![]() |
Awning yang berada di trotoar depan Sekolah Pelita Nusantara, Tanjungpinang. Foto: Batam Pos |
Tanjungpinang - Siang itu, Jumat (22/8/2025), suasana di depan Gedung Sekolah Pelita Nusantara Kota Tanjungpinang terasa berbeda.
Bukan tawa riang anak-anak sekolah yang mendominasi, melainkan tatapan bingung dan kecewa dari orang tua murid yang berdiri di tepi jalan.
Mereka menyaksikan sendiri bagaimana petugas Satpol PP menempelkan garis segel PPNS pada rangka awning yang baru saja didirikan.
Awning sederhana itu, yang digadang-gadang menjadi pelindung dari panas dan hujan, kini justru tampak seperti bangunan terpidana.
Garis kuning berhuruf hitam melingkari tiang besi, berkibar-kibar diterpa angin, seolah mengejek harapan yang baru saja tumbuh.
Beberapa orang tua terlihat menghela napas panjang. Seorang ibu yang menjemput anaknya hanya bisa menatap dengan mata berkaca-kaca.
“Kasihan sekali, padahal ini untuk kenyamanan kami. Biar tidak kepanasan menunggu anak. Sekarang malah disegel,” ucapnya lirih sambil merangkul putrinya yang masih berseragam putih merah.
Anak-anak sekolah yang keluar gerbang pun tampak kebingungan. Mereka memandang garis segel itu dengan polos, lalu bertanya pada orang tua mereka, “Kenapa ditutup, Bu? Kenapa atapnya tidak boleh dipakai?”
Pertanyaan sederhana yang justru menikam perasaan orang dewasa yang mendengarnya.
Kepala Bidang Penegakkan Peraturan Undang-undang Daerah (PPUD) Satpol PP Tanjungpinang, Agus Haryono, mengatakan pemasangan garis segel itu memang harus dilakukan karena awning tidak berizin.
“Pemilik sekolah sudah kami arahkan untuk segera mengurus izin atau melakukan pembongkaran mandiri dalam waktu tiga hari,” tegas Agus.
Aturan memang harus ditegakkan. Namun di balik garis segel itu, ada air mata kecewa yang sulit dijelaskan.
Awning bukanlah gedung megah atau bangunan mewah, melainkan atap sederhana untuk sekadar berteduh.
Bagi para orang tua murid, yang mereka inginkan hanyalah tempat nyaman untuk menunggu, tanpa harus bertarung dengan panas terik atau basah kuyup diguyur hujan.
Kini, setelah penyegelan itu, setiap kali jam pulang sekolah tiba, orang tua kembali berdesakan di bawah payung seadanya.
Sebagian menutupi wajah dengan tas, sebagian pasrah basah kuyup, sementara awning setengah jadi itu hanya berdiri kaku dengan garis kuning melintanginya.
Garis segel yang dipasang hari itu bukan hanya menutup pembangunan, tapi juga menutup harapan kecil banyak orang.
Harapan sederhana yang mungkin tampak sepele di mata aturan, namun begitu berharga bagi mereka yang menunggu di bawah terik dan hujan. (red)
Tags
Tanjungpinang