Proxinet Anambas menyediakan layanan Wifi untuk Anda, Harga Terjangkau, Hubungi 0812-7730-6663 Lebih dari Sekadar Bantuan, Imigrasi Batam Bangunkan Kesadaran Warga Awasi Orang Asing

Lebih dari Sekadar Bantuan, Imigrasi Batam Bangunkan Kesadaran Warga Awasi Orang Asing

Pemberian sembako dari Imigrasi Batam kepada warga Sei Binti. Foto: Imigrasi Batam

Batam - Siang terik, Jumat (22/8), jalanan tanah di Kampung Baru RW 13, Kelurahan Seibinti, Sagulung, dipadati warga. 

Raut wajah mereka beragam: ada yang penuh syukur, ada yang terlihat letih, ada pula yang menahan haru. 

Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam datang membawa 200 paket sembako—sebuah bantuan yang sederhana, tapi bagi sebagian warga, itu adalah napas baru di tengah hidup yang makin menghimpit.

“Beras ini akan jadi makanan anak-anak saya malam nanti,” bisik seorang ibu sambil memeluk erat karung kecil yang ia terima. 

Kata-katanya sederhana, tapi di baliknya ada luka: bagaimana mungkin kebutuhan paling dasar seperti makan masih jadi beban begitu berat di negeri yang kaya raya ini?

Namun di hari itu, setidaknya ada sedikit kelegaan. Kepala Imigrasi Batam, Hajar Aswad, tak sekadar menyerahkan bantuan. 

Ia bicara dengan suara lantang, membawa pesan bahwa kepedulian bukan pilihan, tapi kewajiban.

“Kepedulian untuk saling peduli harus didahulukan. Mudah-mudahan ini bisa menjadi contoh dan diikuti instansi lainnya,” ucapnya.

Ucapan itu seperti tamparan. Karena faktanya, banyak warga yang masih hidup di garis kesulitan. 

Mengapa hanya Imigrasi yang turun? Ke mana instansi lain ?Apakah rasa peduli itu harus menunggu momentum?

Di sela-sela kebahagiaan menerima sembako, Hajar mengingatkan warga untuk tetap waspada terhadap keberadaan orang asing. 

Bukan tanpa alasan: Batam adalah magnet. Banyak orang asing datang—ada yang membawa manfaat, ada juga yang bisa membawa masalah.

“Kalau ada kecurigaan, sampaikan ke kami atau kepolisian. Tujuannya agar keberadaan orang asing tetap terawasi,” tegasnya.

Ketua RW 13, Yosef Magung, tak kuasa menyembunyikan syukur. Ia tahu betul siapa yang benar-benar membutuhkan. 

Bantuan itu jatuh di tangan yang tepat: keluarga yang sehari-hari bahkan harus menakar nasi.

“Kami berterima kasih atas kepedulian imigrasi. Semoga bantuan ini bisa berkelanjutan di masa depan,” ucap Yosef.

Namun Yosef juga tahu, 200 paket sembako hanyalah obat sementara. Esok, lusa, perut itu akan lapar lagi. 

Yang dibutuhkan bukan sekadar bantuan, tapi perhatian berkelanjutan, kerja nyata dari semua pihak, agar warga tidak terus menunggu belas kasih.

Camat Sagulung, Muhammad Hafiz, dengan bangga menyebut Kampung Baru sebagai desa binaan Imigrasi. 

Baginya, ini bukti bahwa lembaga negara bisa lebih dekat dengan rakyat. 

Tapi ia juga memberi pesan penting: warga jangan berhenti di posisi penerima bantuan. 

Mereka harus bangkit, aktif menjaga lingkungannya, termasuk mengawasi keberadaan orang asing.

Hari itu, Kampung Baru mendapat lebih dari sekadar sembako. Mereka mendapat pengingat bahwa hidup ini memang keras, terkadang kejam. 

Tapi juga ada semangat, bahwa selama ada kepedulian, harapan tidak akan padam.

Sembako itu mungkin hanya cukup untuk beberapa hari. Tapi pesan kebersamaan yang lahir dari kegiatan ini, semoga cukup untuk menyalakan semangat warga: bahwa mereka tidak boleh diam. 

Mereka harus berani menjaga lingkungan, berani bersuara, dan berani berharap bahwa negara hadir bukan hanya saat memberi bingkisan, tapi juga saat rakyat berteriak butuh keadilan. (mal)

Lebih baru Lebih lama