Proxinet Anambas menyediakan layanan Wifi untuk Anda, Harga Terjangkau, Hubungi 0812-7730-6663 Lima Tahun Tanpa Kenaikan, Gaji dan Tunjangan DPRD Kepri Tetap Membisu

Lima Tahun Tanpa Kenaikan, Gaji dan Tunjangan DPRD Kepri Tetap Membisu

Suasana rapat paripurna di DPRD Kepri.

Tanjungpinang - Di balik meja-meja panjang dan kursi empuk di ruang rapat paripurna, ada cerita yang jarang terucap.

Cerita tentang angka-angka yang diam, tak bergerak, meski waktu terus berlari.

Selama lima tahun terakhir, gaji dan tunjangan pimpinan serta anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau tak pernah mengalami kenaikan.

Bagi sebagian orang, angka itu tampak besar. Rp5 juta gaji pokok, Rp13 juta untuk transportasi, Rp15 juta untuk perumahan, dan belasan juta lagi untuk tunjangan lainnya.

Namun di balik deretan nominal itu, ada rasa getir yang tidak semua orang bisa pahami.

Bukan soal cukup atau tidak cukup, melainkan tentang bagaimana para wakil rakyat di daerah ini harus berhadapan dengan beban kerja dan ekspektasi masyarakat yang kian berat, sementara hak mereka terhenti di angka lama.

Plt Sekretaris Dewan DPRD Kepri, Ika Hasilah, dengan nada pelan menyebutkan bahwa mekanisme kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPRD tidaklah sederhana.

“Semua harus melalui appraisal, ada keputusan Gubernur, barulah bisa menjadi dasar. Tapi sampai sekarang belum ada,” ucapnya, Jumat (22/8).

Kalimat itu sederhana, tetapi terasa berat. Bayangkan, di tengah inflasi yang kian menggigit, harga kebutuhan pokok yang terus menanjak, dan biaya hidup yang tidak pernah mundur, para wakil rakyat daerah masih berjalan dengan langkah yang sama seperti lima tahun lalu.

Sementara di layar-layar televisi nasional, berita tentang kenaikan tunjangan anggota DPR RI bergema.

Perbedaan itu terasa seperti jurang yang memisahkan pusat dan daerah. Yang di pusat mendapat tambahan, yang di daerah harus bertahan.

Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, menegaskan kembali kenyataan itu.

“Kalau disuruh naik, ya kita naikkan. Sekarang masih tetap, tunjangan juga belum mengalami kenaikan,” katanya singkat.

Jawaban itu bagai tamparan halus. Ada kepasrahan yang terasa. Bahwa para wakil rakyat Kepri, dengan segala tugas mengawal aspirasi masyarakat di pulau-pulau terpencil, tetap harus menerima keadaan tanpa perubahan.

Di satu sisi, masyarakat mungkin melihat gaji puluhan juta sebagai angka yang berlimpah.

Namun di sisi lain, tak banyak yang benar-benar tahu bagaimana tuntutan sosial, politik, hingga moral melekat pada bahu setiap anggota DPRD.

Mereka diminta hadir di tengah masyarakat kapan saja, menjadi penengah masalah, penggerak pembangunan, sekaligus telinga dan suara rakyat kecil.

Kini, lima tahun sudah angka itu membeku. Tak ada kenaikan, tak ada penyesuaian. Hanya kesunyian yang terus berulang setiap bulan, setiap tahun.

Di ruang-ruang kerja DPRD Kepri, mungkin tak terdengar keluh keras. Tapi jika hati bisa bicara, mungkin ia akan berkata lirih: “Kami juga manusia, kami pun merasakan beratnya hidup yang terus naik, sementara hak kami tetap diam di tempat.”

Lebih baru Lebih lama