Proxinet Anambas menyediakan layanan Wifi untuk Anda, Harga Terjangkau, Hubungi 0812-7730-6663 Tangisan Pasar Tradisional Tarempa Barat: Dari Harapan Jadi Kenangan Pahit

Tangisan Pasar Tradisional Tarempa Barat: Dari Harapan Jadi Kenangan Pahit

Kondisi Pasar Tradisional Tarempa Barat kian memprihatinkan. Foto: Taufik

Anambas - Pasar tradisional seharusnya menjadi jantung kehidupan masyarakat. Tempat perputaran ekonomi, ruang silaturahmi, dan wajah peradaban sebuah daerah. 

Namun, apa jadinya jika jantung itu dibiarkan membusuk, perlahan mati, dan hanya menyisakan bau busuk serta sampah yang menyesakkan dada?

Itulah potret memilukan Pasar Tradisional Tarempa Barat, Kabupaten Kepulauan Anambas. Dari luar, bangunan pasar ini tampak megah dan kokoh. 

Tapi begitu melangkah masuk, yang menyambut justru tumpukan sampah di lantai satu. Bau busuk langsung menusuk hidung, membuat siapa pun enggan berlama-lama.

Naik ke lantai dua, kondisi lebih parah. Ruangan yang seharusnya hidup dengan pedagang pakaian, jasa jahit, dan penjual parfum, kini sunyi, gelap, dan kotor. Kios-kios kosong bukan lagi sekadar ruangan kosong—melainkan kubangan sampah, bercampur bekas air kencing manusia. 

Pemandangan semakin memalukan ketika pengunjung mendapati benda-benda tak pantas di sana.

“Kami pernah menemukan alat kontrasepsi bekas dan tissu magic di salah satu kios lantai dua,” ungkap Akbar, seorang pengunjung, Jumat (22/8).

Suasana sepi menjadikan pasar ini rawan disalahgunakan untuk perbuatan tak senonoh. Ironis, tempat yang seharusnya mendatangkan rezeki malah bertransformasi menjadi lokasi maksiat.

“Tidak ada penjaga resmi, jadi kios-kios kosong sering dijadikan tempat tak semestinya. Harus segera ditertibkan,” tambah Akbar.

Keluhan juga datang dari Taufik, pedagang yang masih bertahan meski pengunjung semakin jarang. Dengan nada getir ia berkata, 

“Pengelolaan pasar harus lebih diperhatikan. Kotoran manusia berceceran, baunya menyengat. Petugas kebersihan pun tidak ada. Sepinya sudah hampir enam tahun.” ujar Taufik.

Padahal sewa kios terbilang murah, Rp100 ribu sehari. Tapi fasilitas jauh dari layak. Tidak ada toilet. Air bersih sulit. Perlahan, satu demi satu pedagang angkat kaki. 

Denyut ekonomi yang dulu diharapkan hidup dari pasar ini kini tinggal kenangan pahit.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Anambas, Masykur, tak menampik buruknya kondisi pasar. 

Ia mengaku, dulunya ada empat petugas kebersihan honorer, namun kini kosong karena aturan tidak lagi memperbolehkan tenaga honorer. “Sekarang kita menunggu pelantikan PPPK tahap dua,” jelasnya.

Masykur bahkan terkejut ketika mendengar temuan alat kontrasepsi bekas di pasar. Ia berjanji akan segera mengerahkan anggota untuk membersihkan.

“Sambil menunggu petugas resmi, pedagang harus komitmen membersihkan kios masing-masing. Nanti saya cek ke Kabid,” tegasnya.

Namun, apa cukup sekadar janji pembersihan? Pasar Tarempa Barat tidak hanya butuh disapu sesaat, ia butuh dihidupkan kembali. 

Butuh pengelolaan serius, fasilitas memadai, dan perhatian nyata dari pemerintah. Kini, pasar yang seharusnya menjadi denyut nadi ekonomi itu seolah sedang menjerit, meminta tolong. 

Menyuarakan ratapannya lewat bau busuk, sampah, dan kios-kios kosong. Pertanyaannya: apakah kita tega terus membiarkannya sekarat? Ataukah kita berani menghidupkan kembali pasar yang pernah menjadi kebanggaan Tarempa Barat? 

(Prengky Tanjung)

Lebih baru Lebih lama