![]() |
Para aparatur desa saat mendengarkan materi yang dissampaikan oleh pemateri. |
Anambas – Kamis siang itu, Aula Kantor Bupati di Pasir Peti terasa berbeda. Kursi-kursi penuh terisi oleh wajah-wajah serius aparatur desa yang dikumpulkan oleh Bupati Anambas, Aneng.
Di balik tatapan mereka, tersimpan rasa cemas, harapan, sekaligus tanggung jawab besar yang tak bisa dianggap ringan.
Hari itu bukan sekadar pertemuan biasa. Mereka dipanggil untuk mendengar pesan tentang akuntabilitas—sebuah kata yang sederhana, namun sesungguhnya sarat dengan makna berat: amanah, kejujuran, dan tanggung jawab.
Dua narasumber dihadirkan, Kepala BPKP Kepri, Mudzakir, dan Asisten Intelijen Kejati Kepri, Yovandi Yasid.
Keduanya menjelaskan betapa rentannya sebuah desa jatuh dalam masalah hukum jika para aparatnya lengah, atau bahkan tergoda untuk menyalahgunakan wewenang.
Bupati Aneng, dengan suara tegas namun bergetar penuh perasaan, menyampaikan sebuah peringatan yang menusuk hati.
“Kita ini hidup pasti ingin bermanfaat untuk orang banyak. Kalau ada jabatan, pergunakan sebaik mungkin. Jangan gelap mata, sana ambil, sini ambil,” katanya.
Kalimat itu seolah menghantam kesadaran. Ruangan mendadak hening, hanya terdengar suara kipas angin yang berputar pelan.
Ada aparatur desa yang menunduk, ada pula yang menarik napas panjang. Semua sadar, amanah jabatan adalah pedang bermata dua—bisa membawa kebaikan, bisa pula menyeret ke dalam kehancuran.
Aneng tak hanya menegur, ia juga mengajak. Ia ingin desa-desa di Anambas berdiri tegak dengan potensi yang dimiliki.
“Kalau desa mandiri, tentu masyarakat yang senang. Harus bisa kreatif, misalnya desa ini banyak sotong, ya harus dioptimalkan. Dikemas dengan baik, dan dikirim ke daerah lain, tentu ekonomi masyarakat meningkat,” ucapnya.
Namun, di balik harapan itu, Aneng tak bisa menutupi kekecewaannya. Ia menyinggung tentang Antika, mantan Kepala Desa Serat, yang hingga kini masih melarikan diri setelah menikmati dana desa. Suaranya meninggi, nadanya penuh luka.
“Saya minta aparat segera menangkapnya. Jangan biarkan ia bersembunyi di balik kesalahan,” tegasnya.
Pesan itu semakin mempertegas bahwa tanggung jawab seorang aparatur bukan hanya soal program dan administrasi, melainkan tentang kejujuran di hadapan rakyat yang mereka layani.
Kepala Dinas PMD Anambas, Tetty Arnita, menambahkan dengan nada lirih namun penuh harap.
“Kami sebagai pembina mereka, tentu akan terus mengevaluasi aparatur desa. Kalau tidak sejalan, kita tegur,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya pelayanan tulus bagi masyarakat dan menghidupkan koperasi desa sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto.
Hari itu, di Aula Pasir Peti, suasana seakan mengajarkan satu hal: jabatan bukanlah tempat mencari keuntungan, melainkan ruang untuk berbuat baik.
Di luar ruangan, angin sore Anambas bertiup pelan, seolah ikut menjadi saksi. Setiap aparatur desa melangkah pulang dengan pikiran yang berat—sebuah pengingat bahwa di pundak mereka, ada harapan ribuan masyarakat desa. (byu)
Tags
Anambas