![]() |
| Api kian membesar sehingga meludeskan 7 rumah warga di Sedanau, Kabupaten Natuna |
Natuna - Malam di Sedanau, Kabupaten Natuna, itu seharusnya tenang.
Warga terlelap dalam mimpi, ditemani suara angin laut dan riak ombak yang memukul pelan bibir pantai.
Namun, Sabtu (13/9) dini hari itu berubah menjadi malam paling kelam.
Tujuh rumah yang berdiri berdempetan, tempat orang-orang menaruh harapan dan kasih sayang keluarga, ludes dilalap api.
Dalam sekejap, suara jangkrik tergantikan jeritan panik, tangis anak kecil, dan kepulan asap hitam yang membumbung ke langit.
Syamsul, seorang warga, masih gemetar mengingat detik-detik awal kebakaran.
“Kami dengar ledakan. Awalnya kami kira biasa saja. Tapi setelah lihat cahaya makin terang, rupanya api,” ucapnya lirih, suara tercekat di ujung telepon.
Dengan dada berdebar, Syamsul dan beberapa warga berlari ke arah api.
Mereka tak memikirkan apa pun selain membangunkan para penghuni rumah yang masih terlelap.
“Pintu kami dobrak. Yang penting mereka keluar, nyawa harus selamat,” kenangnya.
Tangisan pecah ketika satu per satu keluarga keluar hanya dengan pakaian di badan.
Tak ada waktu menyelamatkan barang. Lemari, pakaian, ijazah, hingga album foto penuh kenangan hangus tanpa sisa.
Harta yang terkumpul bertahun-tahun kerja keras lenyap dalam satu malam.
Api kian membesar, melahap kayu-kayu yang menjadi dinding rumah.
Warga berusaha sekuat tenaga memadamkan dengan mesin seadanya, namun api terlalu ganas.
Tiga jam lamanya mereka berjibaku, sementara isak tangis terdengar di sudut-sudut jalan.
“Rumah itu bukan sekadar tempat tinggal. Di situ ada cerita hidup, ada doa setiap malam, ada tawa anak-anak,” kata seorang ibu sambil memandang ke arah puing hitam rumahnya yang kini rata dengan tanah. Air matanya tak terbendung.
Anak-anak kecil duduk di pangkuan ibunya, bingung kenapa mainan dan kasur kesayangannya tak bisa ditemukan lagi.
Mereka hanya menatap kosong ke arah asap yang masih mengepul, seolah belum percaya rumah mereka hilang begitu saja.
Hingga pagi menjelang, puing-puing hangus masih mengepulkan asap tipis.
Warga bergotong royong membersihkan sisa kebakaran, meski langkah terasa berat.
Bau arang menempel di udara, menjadi saksi bisu kehilangan yang tak terganti.
Tujuh keluarga kini tak lagi punya atap untuk berteduh. Mereka menumpang di rumah kerabat, sebagian lain di posko darurat yang seadanya.
Bantal dan selimut pinjaman menjadi pengganti rumah nyaman yang semalam masih mereka miliki.
Tak ada lagi dapur kecil tempat ibu memasak sarapan, tak ada lagi ruang tamu sederhana tempat keluarga berkumpul.
Semua sirna. Yang tersisa hanya luka dan ingatan bahwa kebahagiaan bisa hilang secepat hembusan api.
Belum ada keterangan resmi dari pihak berwenang tentang penyebab pasti kebakaran.
Namun bagi korban, penyebab bukan lagi yang utama. Yang mereka rasakan kini hanyalah getir kehilangan tempat kembali.
Di Sedanau, malam itu meninggalkan duka mendalam. Tujuh rumah hilang, tetapi lebih dari itu, tujuh keluarga kehilangan sebagian jiwa mereka yang tertanam di dinding, jendela, dan lantai rumah yang sudah tak ada.
Di balik tangis dan puing hangus, ada doa yang terus terucap: semoga ada uluran tangan, semoga ada jalan untuk kembali bangkit, semoga kesedihan itu suatu hari bisa berubah jadi harapan baru.
Karena rumah bukan sekadar bangunan. Rumah adalah pelukan, rumah adalah doa, rumah adalah tempat pulang. Dan di Sedanau, pulang kini hanya bisa dikenang dengan air mata. (red)
Tags
Natuna
