![]() |
Kondisi Pantai Padang Melang di Pulau Jemaja. |
Anambas – Ombak di Pantai Padang Melang masih berkejaran. Pasir putihnya tetap membentang panjang, lautnya biru jernih bagai kaca.
Namun tahun ini, ada yang terasa berbeda. Pantai itu sepi. Tak ada panggung hiburan, tak ada tarian tradisi, tak ada pedagang kecil yang ramai menjajakan dagangan.
Festival Padang Melang—kebanggaan masyarakat Anambas—tak lagi hadir.
Biasanya, festival itu adalah momen yang paling ditunggu. Ribuan wisatawan datang, memenuhi pantai.
Anak-anak berlarian dengan riang, orang tua tersenyum bangga, dan masyarakat kecil mendapatkan rezeki dari dagangan mereka.
Festival itu adalah napas kehidupan. Namun kini, semua berubah menjadi hening.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Anambas, Effi Sjuhairi, menuturkan kenyataan pahit tersebut dengan nada berat.
“Biasanya kan ada Festival Padang Melang. Sekarang anggaran tak ada, jadi even pun tidak kita buat,” ucapnya, Minggu (24/8).
Kata-kata itu sederhana, tapi menyayat hati. Karena festival bukan sekadar acara, melainkan ruang harapan bagi banyak orang. Bagi pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya.
Bagi nelayan yang mendapat tambahan rezeki. Bagi anak-anak muda yang ingin menampilkan budaya mereka. Semua itu kini hanya tinggal kenangan.
Bayangkanlah, betapa sunyinya Padang Melang hari ini. Pantai yang biasanya riuh kini hanya ditemani desau angin laut.
Pasir putihnya seolah merindukan jejak kaki ribuan orang. Ombaknya terdengar seperti bisikan rindu, menunggu keramaian yang tak kunjung datang.
Namun, meski dalam keadaan sulit, Anambas tidak menyerah. Effi bersama para pelaku wisata tetap berusaha menjaga agar pariwisata tidak mati.
Pemandu wisata masih setia menemani tamu yang datang, meski jumlahnya jauh berkurang. Media sosial dijadikan jembatan untuk mengenalkan keindahan Anambas.
“Alhamdulillah masih ada yang datang ke Anambas meski tak ada event. Karena kita memang murni menjual objek wisatanya, bukan event,” ujar Effi dengan senyum yang berusaha menutupi getir di hatinya.
Di balik kesedihan itu, tersimpan harapan. Karena Anambas memang punya keindahan yang tak bisa dipadamkan.
Pulau-pulau indahnya, lautnya yang jernih, budayanya yang kaya—semua itu tetap hidup, meski festival absen.
Wisatawan yang datang dengan tulus masih bisa merasakan surga kecil di perbatasan negeri ini.
Effi pun menyimpan doa: semoga kondisi fiskal daerah segera membaik. Agar suatu saat nanti, Festival Padang Melang kembali digelar.
Agar pantai panjang itu kembali riuh dengan musik, tarian, dan tawa bahagia. Agar masyarakat kecil kembali tersenyum karena rezekinya kembali terbuka.
“Event itu sangat membantu. Kalau ada event, lebih banyak wisatawan datang, baik dari dalam maupun luar negeri,” katanya penuh harap.
Hari ini, Padang Melang memang menangis dalam sunyi. Tapi air mata itu bukan akhir.
Seperti laut yang selalu pasang setelah surut, masyarakat Anambas percaya bahwa kebahagiaan akan kembali.
Dan ketika hari itu tiba, Padang Melang tidak hanya akan kembali tersenyum—ia akan bersinar lebih terang, menyambut wisatawan dengan pelukan hangat penuh harapan. (byu)
Tags
Anambas